Minggu, 09 Oktober 2011

Bimbingan Belajar, Perlukah ?


Bimbingan belajar alias bimbel seakan menjadi hal ”wajib”, terutama bagi siswa kelas XII atau kelas III SMK. Benar enggak, sih? Ada siswa yang menjawab perlu banget, tetapi ada juga yang bilang enggak.
Maklum, biaya masuk bimbel tak murah, bisa mencapai jutaan rupiah. Ini artinya sama atau malah lebih mahal dari bayaran uang sekolah di SMK negeri dan swasta kelas menengah selama setahun. Duuuuh….
Bimbel bukan barang baru bagi dunia pendidikan di negara kita. Coba tanyakan soal bimbel kepada tante, om, atau orangtua, pasti minimal mereka pernah mendengarnya.
Sejak sekitar akhir 1970-an, bimbel sudah ada di kota besar. Tetapi, waktu itu bimbel sebatas ajang melatih siswa SMA/SMK yang akan mengikuti tes masuk ke perguruan tinggi.
Pada 1990-an, keberadaan bimbel semakin menjamur. Sasaran mereka tidak hanya menjaring lulusan SMK yang akan mengikuti tes masuk perguruan tinggi negeri (PTN), tetapi mulai menarik pelajar kelas III SMK guna menyiapkan mereka mengikuti ujian nasional (UN).
Targetnya, peserta lulus UN dengan nilai bagus dan lolos seleksi masuk PTN. Malahan bimbel juga membuka bimbingan bagi siswa kelas X dan kelas XI dengan sasaran agar peserta mendapat nilai ulangan harian bagus dan naik kelas dengan nilai memuaskan.
Bimbel sebenarnya hanya memenuhi kebutuhan belajar siswa.
Bimbel banyak memberi latihan soal. Sering kali ada soal yang tak ada di sekolah, tetapi kami punya sebab kami memiliki tim penyusun soal sendiri.
Selain itu, tutor di bimbelnya juga siap membantu siswa yang kesulitan menjawab soal dari guru di sekolah.
Materi pelajaran minim
Alasan siswa SMK masuk bimbel bermacam-macam. Umumnya peserta bimbel mengaku karena pembelajaran di kelas masih kurang.
Guru hanya memberi materi sedikit, tapi banyak memberi soal. Siswa yang tidak bisa menyelesaikan soal jadi bingung, mau tanya ke mana. Ya, akhirnya masuk bimbel. Alasan lainnya adalah ingin berlatih menjawab soal secara cepat lewat pelatihan di bimbel, yang setiap bulan memberi siswa kesempatan try out (uji coba).
Di bimbel, setiap bulan ada try out. Kalau sering latihan menyelesaikan soal, siswa akan terbiasa menghitung waktu pengerjaan soal pada ujian sesungguhnya.
Selain agar lulus UN, siswa berharap ikut bimbel akan membantu memudahkannya mengerjakan soal pada seleksi masuk di universitas.
Menanggapi keluhan kurangnya guru memberikan materi belajar di kelas, diakui bahwa guru sekarang beda dengan guru zaman dulu yang bisa maksimal mengajar di kelas.Itu yang membuat anak-anak masuk bimbel.
Fenomena makin suburnya bisnis bimbel karena unsur tren sehingga siswa cenderung mengikuti teman-teman yang sudah ikut bimbel. Namun, tak menampik ada guru yang kurang maksimal memberikan materi pembelajaran di kelas, sampai suasana belajar mengajar yang tak membuat siswa betah di sekolah.
Ke mana lagi mereka lari kalau tidak ke bimbel yang umumnya ber-AC dan memberikan suasana lebih nyaman untuk belajar?
Ada guru kurang maksimal mengajar, itu belum tentu salah guru sepenuhnya karena guru pun sibuk mengerjakan administrasi demi mendapat penilaian baik agar bisa segera mendapat sertifikasi.
Sebagai guru, tetap menyarankan jika kurang paham, siswa bertanya kepada guru bersangkutan dan belajar sungguh-sungguh di rumah. Faktanya, banyak pula siswa tak ikut bimbel tetap lulus sempurna dan tetap bisa masuk PTN favorit.
Ada garansi
Jika memang siswa merasa harus bimbel, berarti orangtua mesti merogoh kocek dalam-dalam karena umumnya bimbel memasang tarif relatif mahal. Selain itu, siswa juga harus menjaga kesehatan lahir batin. Sebab, setelah belajar di sekolah, mereka harus belajar lagi di tempat bimbel minimal 1,5 jam, dua kali seminggu.
Soal biaya bimbel, di kota seperti Malang, misalnya, peserta bimbel harus membayar rata-rata Rp 2 juta untuk bisa lulus UN dan lolos ujian masuk PTN. Di Jakarta, biaya bimbel sekitar Rp 6 juta. Untuk program khusus, biayanya Rp 12 juta-Rp 15 juta selama tak sampai setahun. Program ini memberikan jaminan kelulusan siswa masuk PTN, apa pun jalur seleksinya.
Sebuah bimbel di Jakarta Selatan, misalnya, punya program khusus mengejar nilai ulangan harian, menghadapi ujian sekolah dan UN, hingga lolos masuk PTN, juga menawarkan program spesial untuk siswa kelas XII berbiaya Rp 15 juta. Di sini, peserta mendapatkan garansi masuk PTN. Jika peserta gagal, mereka akan mengembalikan sebagian biaya bimbel (minimal separuhnya).
Ini tergantung dari nilai siswa. Semakin tinggi nilainya, makin tinggi uang yang akan dikembalikan. Pengembalian uang mencapai Rp 7 juta-Rp 8,5 juta.
Beda program spesial dengan reguler dan eksekutif hanya pada intensitas pertemuan. Peserta program eksekutif setiap hari belajar untuk semua mata pelajaran tes masuk PTN. Setiap kali pertemuan sekitar 90 menit. Pada program reguler, pertemuan membahas soal guna menyiapkan diri ikut UN dua kali seminggu (reguler) dan tiga kali (eksekutif). Siswa kedua program ini tak mendapatkan pengembalian uang garansi masuk PTN.
Bimbel lain pun memiliki sistem sama. Jika tak lulus masuk PTN, sebagian uang dikembalikan.
Jadi, perlukah bimbel untuk masa depan kita? Semua kembali kepada kondisi setiap siswa. Ada baiknya, sebelum memutuskan ikut bimbel, tanyakan kepada diri sendiri kelebihan dan kekurangannya.
Ikut bimbel berarti kita punya kesempatan belajar lebih lama, tetapi lebih lelah dan orangtua harus mengeluarkan uang ekstra. Belajar sendiri atau berkelompok dengan teman-teman relatif tak perlu biaya ekstra besar, tetapi memerlukan disiplin diri yang tinggi. Kemungkinan lain, minta kesediaan guru di sekolah untuk memberikan waktu tambahan untuk pelajaran yang belum kita mengerti. (SOELASTRI SOEKIRNO)

Tidak ada komentar: