Idealnya seorang guru adalah seorang pahlawan tanpa tanda jasa. Namun, dalam praktiknya kebanyakan guru masih belum mengajar dengan hati melainkan dengan dasar profesi. Tidak heran jika kemudian kebanyakan guru kerap irit penjelasan di kelas dan murid dibiarkan dalam kebingungan. Tidak jarang juga guru memasang tampang dingin, menjaga jarak dengan murid, suka marah, galak, keras, bahkan cenderung mengintimidasi murid saat mengajar.
Kenyataan ironis inilah yang mendorong perlunya menyegarkan dan menjernihkan kembali pikiran para guru yang cenderung lupa akan idealitas seorang guru.
Berkembangnya paradigma demikian tidak lain karena para guru kerap abai pada kalimat bertuah dalam pendidikan, “yang diingat oleh siswa bukan yang diajarkan gurunya, tetapi yang dilakukannya”. Murid mengingat yang diperbuat gurunya, kebiasaan-kebiasaan, beserta berbagai kesan dalam pertemuan di kelas. Materi pelajaran boleh dilupakan, tetapi kesan apapun mengenai sang guru pasti tidak dilupakan. Jika, kalimat bertuah tersebut tertancap dalam sanubari setiap guru, niscaya guru akan lebih memilih membuat kesan baik di hadapan siswa daripada yang sebaliknya.
Saat ini makna seorang guru sudah mulai terdistorsi. Entah karena terlalu seringnya kurikulum pendidikan negeri ini diutak-atik oleh pemintah atau karena kecenderungan guru sebagai profesi semakin menyubur, sehingga kebanyakan guru pun hanya memahami pekerjaannya hanya sebagai pengajar. Guru sekedar menyampaikan pemahamannya tentang apa yang dibacanya dari buku pelajaran kepada murid-muridnya dan cenderung abai terhadap sentuhan sisi manusiawi. Padahal guru sejatinya adalah seorang pendidik yang seharusnya tidak hanya mengajar, tetapi juga bisa menjadi inspirasi bagi muridnya untuk maju.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar